TEMPO.CO, Jakarta - Di suatu siang yang terik di Danau Retba yang berair merah muda bak milkshake stroberi, Boubacar Keita, pemuda berotot liat memukulkan tongkotnya ke dalam air beberapa kali. Lalu, ia menyelam ke dalam danau, dan muncul dengan tubuh penuh Kristal garam, berkilauan di bawah sinar matahari Danau Retba yang liar.
Sebanyak 11 ons mineral terkandung dalam seperempat galon air di Lac Retba, alias Lac Rose atau Danau Retba — laguna di tepi Semenanjung Cap Vert, sekitar 22 mil di timur laut ibukota Senegal, Dakar. Danau ini memiliki kandungan garam 10 kali lipat dibanding Samudra Atlantik di dekatnya – sekitar 300 meter jauhnya. Kandungan garamnya setara dengan Great Salt Lake, Danau Spencer Australia, bahkan sepupu Timur Tengah Danau Retba yang terkenal, Laut Merah.
Warna pink didapat Danau retba dari sejenis alga bernama dunaliella salina yang tumbuh subur di lingkungan ekstrim ini. Tanaman itu memproduksi pigmen beta-karoten, untuk memaksimalkan jumlah cahaya yang dapat diserapnya. Metabolisme alga ini menciptakan salah satu pemandangan alam paling mempesona.
"Di sini sangat tenang, dan indah," kata Boubacar Keita, seorang penambang garam berusia 25 tahun dari Mali. Tapi bekerja menambang garam sangat melelahkan. “Saya di anak tangga terbawah di sini," ujar Keita kepada Atlas Obscura.
Pada puncak musim kemarau, dari Januari hingga Maret, ketika matahari tengah hari berkobar-kobar tak tertahankan dan angin kencang bertiup dari Atlantik, Danau Retba tampak paling berwarna: serbat merah muda yang menakjubkan. Ketika pola cuaca dan waktu berubah, spektrum warna yang indah muncul — dari milkshake stroberi dan Pepto-Bismol ke terumbu karang, fuchsia, dan kecoklatan.
Danau Retba memikat pekerja dari seluruh Afrika Barat, untuk menambang mineral yang membentuk dasar danau. Sejak tahun 1970-an, ketika kesengsaraan ekonomi memicu pencarian aliran pendapatan baru, garam di Danau Retba dipanen sepanjang tahun. Setiap tahun danau itu — panjangnya 5 km, selebar 1,5 km, dan kedalaman 10 kaki (50 persen di antaranya adalah kerak garam yang terendam) —menampung sekitar 3.000 buruh tambang garam.
Sebagian besar bekerja untuk diri mereka sendiri. Margin laba tipis dan hasil garam rendah memang tak membuat para buruh makmur. Namun setiap tahun, danau itu menghasilkan 60.000 ton garam setiap tahun.
Para pria berotot liat menambang garam di dasar danau. Foto: David Degner